Artikel tentang Penerapan Hukum Pertama Termodinamika pada beberapa proses Termodinamika
Sebelumnya kita sudah membahas Hukum Pertama Termodinamika dan menganalisis usaha yang dilakukan oleh sistem. Kali ini kita mencoba meninjau beberapa penerapan Hukum Pertama Termodinamika dalam empat proses termodinamika. Keempat proses termodinamika yang dimaksud adalah proses isotermal, isokorik, isobarik dan adiabatik. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani.
Proses Isotermal (suhu konstan)
Terlebih dahulu kita tinjau penerapan hukum pertama termodinamika pada proses isotermal. Dalam proses Isotermal, suhu sistem dijaga agar selalu konstan. Sistem yang kita analisis secara teoritis adalah gas ideal. Suhu gas ideal berbanding lurus dengan energi dalam gas ideal (U = 3/2 nRT). Karena T tidak berubah maka U juga tidak berubah. Dengan demikian, jika diterapkan pada proses isotermal, persamaan Hukum pertama termodinamika menjadi :
Dari hasil ini disimpulkan pada proses isotermal (suhu konstan), kalor (Q) yang ditambahkan pada sistem digunakan sistem untuk melakukan kerja (W).
Perubahan tekanan dan volume sistem pada proses isotermal digambarkan melalui grafik di bawah :
Mula‐mula volume sistem = V1 (volume kecil) dan tekanan sistem = P1 (tekanan besar). Agar suhu sistem konstan maka setelah kalor ditambahkan pada sistem, sistem memuai dan melakukan kerja terhadap lingkungan. Setelah sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem berubah menjadi V2 (volume sistem bertambah) dan tekanan sistem berubah menjadi P2 (tekanan sistem berkurang). Bentuk grafik melengkung karena tekanan sistem tidak berubah secara teratur selama proses. Besarnya kerja yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir.
Proses Adiabatik
Dalam proses adiabatik, tidak ada kalor yang ditambahkan pada sistem atau meninggalkan sistem (Q = 0). Proses adiabatik bisa terjadi pada sistem tertutup yang terisolasi dengan baik. Untuk sistem tertutup yang terisolasi dengan baik, biasanya tidak ada kalor yang dengan seenaknya mengalir ke dalam sistem atau meninggalkan sistem. Proses adiabatik juga bisa terjadi pada sistem tertutup yang tidak terisolasi.
Untuk kasus ini, proses harus dilakukan dengan sangat cepat sehingga kalor tidak sempat mengalir menuju sistem atau meninggalkan sistem. Jika diterapkan pada proses adiabatik, persamaan Hukum pertama termodinamika akan berubah bentuk seperti ini :
Apabila sistem ditekan dengan cepat (kerja dilakukan terhadap sistem), maka kerja bernilai negatif. Karena W negatif, maka U bernilai positif (energi dalam sistem bertambah). Sebaliknya jika sistem berekspansi atau memuai dengan cepat (sistem melakukan kerja), maka W bernilai positif. Karena W positif, maka U bernilai negatif (energi dalam sistem berkurang). Energi dalam sistem (gas ideal) berbanding lurus dengan suhu (U = 3/2 nRT), karenanya jika energi dalam sistem bertambah maka suhu sistem juga bertambah. Sebaliknya, jika energi dalam sistem berkurang maka suhu sistem berkurang.
Perubahan tekanan dan volume sistem pada proses adiabatik digambarkan melalui grafik di bawah :
Apabila sistem ditekan dengan cepat (kerja dilakukan terhadap sistem), maka kerja bernilai negatif. Karena W negatif, maka U bernilai positif (energi dalam sistem bertambah). Sebaliknya jika sistem berekspansi atau memuai dengan cepat (sistem melakukan kerja), maka W bernilai positif. Karena W positif, maka U bernilai negatif (energi dalam sistem berkurang). Energi dalam sistem (gas ideal) berbanding lurus dengan suhu (U = 3/2 nRT), karenanya jika energi dalam sistem bertambah maka suhu sistem juga bertambah. Sebaliknya, jika energi dalam sistem berkurang maka suhu sistem berkurang.
Perubahan tekanan dan volume sistem pada proses adiabatik digambarkan melalui grafik di bawah :
Kurva adiabatik pada grafik ini (kurva 1‐2) lebih curam daripada kurva isotermal (kurva 1‐3). Perbedaan kecuraman ini menunjukkan bahwa untuk kenaikan volume yang sama, tekanan sistem berkurang lebih banyak pada proses adiabatik dibandingkan dengan proses isotermal. Tekanan sistem berkurang lebih banyak pada proses adiabatik karena ketika terjadi pemuaian adiabatik, suhu sistem juga berkurang. Suhu berbanding lurus dengan tekanan, karenanya apabila suhu sistem berkurang, maka tekanan sistem juga berkurang. Sebaliknya pada proses isotermal, suhu sistem selalu konstan. Dengan demikian pada proses isotermal suhu tidak ikut mempengaruhi penurunan tekanan.
Salah satu contoh proses yang mendekati adiabatik terjadi pada mesin pembakaran dalam, misalnya mesin diesel dan mesin bensin. Pada mesin diesel, udara dimasukan ke dalam silinder dan udara yang berada di dalam silinder ditekan dengan cepat menggunakan piston (kerja dilakukan pada udara). Proses penekanan adiabatik (pengurangan volume sistem) digambarkan melalui kurva 2‐1. Karena ditekan dengan cepat secara adiabatik maka suhu udara naik dengan cepat. Pada saat yang sama, solar disemprotkan ke dalam silinder lewat injektor dan campuran terpicu seketika (terjadi proses pembakaran). Pada mesin motor bensin, campuran udara dan bensin dimasukkan ke dalam silinder kemudian ditekan dengan cepat menggunakan piston. Karena ditekan dengan cepat secara adiabatik maka suhunya naik dengan cepat. Pada saat yang sama, busi memercikan bunga api sehingga terjadi proses pembakaran.
Proses Isokorik (volume konstan)
Dalam proses Isokorik, volume sistem dijaga agar selalu konstan. Karena volume sistem selalu konstan, maka sistem tidak bisa melakukan kerja pada lingkungan. Demikian juga sebaliknya, lingkungan tidak bisa melakukan kerja pada sistem. Jika diterapkan pada proses isokorik, persamaan Hukum pertama termodinamika akan berubah menjadi :
Dari hasil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa pada proses isokorik (volume konstan), kalor (Q) yang ditambahkan pada sistem digunakan untuk menaikkan energi dalam sistem.
Perubahan tekanan dan volume sistem pada proses isokorik digambarkan melalui grafik di bawah :
Mula‐mula tekanan sistem = p1 (tekanan kecil). Adanya tambahan kalor pada sistem menyebabkan energi dalam sistem bertambah. Karena energi dalam sistem bertambah maka suhu sistem (gas ideal) meningkat (U = 3/2 nRT). Suhu berbanding lurus dengan tekanan. Karenanya jika suhu sistem meningkat, maka tekanan sistem bertambah (p2). Karena volume sistem konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan (tidak ada luasan yang diarsir).
Sebelumnya dikatakan bahwa dalam proses isokorik, sistem tidak bisa melakukan kerja terhadap lingkungan. Demikian juga sebaliknya, lingkungan tidak bisa melakukan kerja terhadap sistem. Hal ini disebabkan karena pada proses isokorik, volume sistem selalu konstan alias tidak berubah. Terdapat jenis kerja tertentu yang tidak melibatkan perubahan volume. Jadi walaupun volume sistem konstan alias tidak berubah, kerja masih bisa dilakukan terhadap sistem. Misalnya terdapat sebuah kipas + baterai dalam sebuah wadah tertutup. Kipas bisa berputar menggunakan energi yang disumbangkan baterai. Untuk kasus ini, kipas, baterai dan udara yang berada di dalam wadah dianggap sebagai sistem.
Ketika kipas berputar, kipas melakukan kerja terhadap udara yang ada dalam wadah. Pada saat yang sama, energi kinetik kipas berubah menjadi energi dalam udara. Energi listrik pada baterai tentu saja berkurang karena sudah berubah bentuk menjadi energi dalam udara. Contoh ini menunjukkan bahwa pada proses isokorik (volume selalu konstan), kerja masih bisa dilakukan terhadap sistem (kerja yang tidak melibatkan perubahan volume).
Proses Isobarik (tekanan konstan)
Dalam proses Isobarik, tekanan sistem dijaga agar selalu konstan. Karena yang konstan adalah tekanan, maka perubahan energi dalam (delta U), kalor (Q) dan kerja (W) pada proses isobarik tidak ada yang bernilai nol. Dengan demikian, persamaan hukum pertama termodinamika tetap utuh seperti semula :
ΔU = Q − W
Perubahan tekanan dan volume gas pada proses isobarik digambarkan melalui grafik di bawah :
Mula‐mula volume sistem = V1 (volume kecil). Karena tekanan dijaga agar selalu konstan maka setelah kalor ditambahkan pada sistem, sistem memuai dan melakukan kerja terhadap lingkungan. Setelah melakukan kerja terhadap lingkungan, volume sistem berubah menjadi V2 (volume sistem bertambah). Besarnya kerja (W) yang dilakukan sistem = luasan yang diarsir.
Contoh soal 1 :
Kurva 1‐2 pada dua diagram di bawah menunjukkan pemuaian gas (pertambahan volume gas) yang terjadi secara adiabatik dan isotermal. Pada proses manakah kerja yang dilakukan oleh gas lebih kecil ?
Kerja yang dilakukan gas pada proses adiabatik lebih kecil daripada kerja yang dilakukan gas pada proses isotermal. Luasan yang diarsir = kerja yang dilakukan gas selama proses pemuaian (pertambahan volume gas). Luasan yang diarsir pada proses adiabatik lebih sedikit dibandingkan dengan luasan yang diarsir pada proses isotermal.
Contoh soal 2 :
Serangkaian proses termodinamika ditunjukkan pada diagram di bawah. kurva a‐b dan d‐c = proses isokorik (volume konstan). Kurva b‐c dan a‐d = proses isobarik (tekanan konstan). Pada proses a‐b, Kalor (Q) sebanyak 600 Joule ditambahkan ke sistem. Pada proses b‐c, Kalor (Q) sebanyak 800 Joule ditambahkan ke sistem. Tentukan :
a) Perubahan energi dalam pada proses a‐b
b) Perubahan energi dalam pada proses a‐b‐c
c) Kalor total yang ditambahkan pada proses a‐d‐c
P1 = 2 x 105 Pa = 2 x 105 N/m2
P2 = 4 x 105 Pa = 4 x 105 N/m2
V1 = 2 liter = 2 dm3 = 2 x 10‐3 m3
V2 = 4 liter = 2 dm3 = 4 x 10‐3 m3
Pembahasan
a) Perubahan energi dalam pada proses a‐b
Pada proses a‐b, kalor sebanyak 600 J ditambahkan ke sistem. Proses a‐b = proses isokorik (volume konstan). Pada proses isokorik, penambahan kalor pada sistem hanya menaikkan energi dalam sistem. Dengan demikian, perubahan energi dalam sistem setelah menerima sumbangan kalor :
ΔU = Q
ΔU = 600 J
b) Perubahan energi dalam pada proses a‐b‐c
Proses a‐b = proses isokorik (volume konstan). Pada proses a‐b, kalor sebanyak 600 J ditambahkan
ke sistem. Karena volume konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan oleh sistem.
Proses b‐c = proses isobarik (tekanan konstan). Pada proses b‐c, kalor (Q) sebanyak 800 Joule ditambahkan ke sistem. Pada proses isobarik, sistem bisa melakukan kerja. Besarnya kerja yang dilakukan sistem pada proses b‐c (proses isobarik) adalah :
W = P (V2 ‐ V1) ‐‐‐ tekanan konstan
W = P2 (V2 ‐ V1)
W = 4 x 105 N/m2 (4 x 10‐3 m3 ‐ 2 x 10‐3 m3)
W = 4 x 105 N/m2 (2 x 10‐3 m3)
W = 8 x 102 Joule
W = 800 Joule
Kalor total yang ditambahkan ke sistem pada proses a‐b‐c adalah :
Q total = Q ab + Q bc
Q total = 600 J + 800 J
Q total = 1400 Joule
Kerja total yang dilakukan oleh sistem pada proses a‐b‐c adalah :
W total = W ab + W bc
W total = 0 + W bc
W total = 0 + 800 Joule
W total = 800 Joule
Perubahan energi dalam sistem pada proses a‐b‐c adalah :
ΔU = Q − W
ΔU = 1400 J − 800 J
ΔU = 600 J
Perubahan energi dalam pada proses a‐b‐c = 600 J
c) Kalor total yang ditambahkan pada proses a‐d‐c
Kalor total yang ditambahkan pada sistem bisa diketahui melalui persamaan di bawah :
ΔU = Q − W
Q = ΔU + W
Kalor total yang ditambahkan pada proses a‐d‐c = perubahan energi dalam pada proses a‐d‐c + kerja total yang dilakukan pada proses a‐d‐c.
Kalor dan kerja terlibat dalam perpindahan energi antara sistem dengan lingkungan, sedangkan perubahan energi dalam merupakan akibat dari adanya perpindahan energi antara sistem dan lingkungan. Karenanya perubahan energi dalam tidak bergantung pada proses perpindahan energi. Sebaliknya, kalor dan kerja sangat bergantung pada proses. Pada proses isokorik (volume sistem konstan), perpindahan energi hanya dalam bentuk kalor saja, sedangkan kerja tidak. Pada proses isobarik (tekanan konstan), perpindahan energi melibatkan kalor dan kerja. Walaupun tidak bergantung pada proses, perubahan energi dalam bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem. Apabila keadaan awal dan keadaan akhir sama maka perubahan energi dalam juga selalu sama, walaupun proses yang ditempuh berbeda‐beda.
Keadaan awal dan keadaan akhir untuk proses a‐b‐c pada grafik di atas = keadaan awal dan keadaan akhir proses a‐d‐c. Dengan demikian, perubahan energi dalam pada proses a‐d‐c = 600 J.
Kerja (W) total yang dilakukan pada proses a‐d‐c = W pada proses a‐d + W pada proses d‐c.
Proses a‐d merupakan proses isobarik (tekanan konstan), sedangkan proses d‐c merupakan proses isokorik (volume konstan). Karena volume konstan maka tidak ada kerja yang dilakukan pada proses d‐c. Terlebih dahulu kita hitung kerja yang dilakukan pada proses a‐d.
W ad = P (V2 ‐ V1)
W ad = P1 (V2 ‐ V1)
W ad = 2 x 105 N/m2 (4 x 10‐3 m3 ‐ 2 x 10‐3 m3)
W ad = 2 x 105 N/m2 (2 x 10‐3 m3)
W ad = 4 x 102 Joule
W ad = 400 Joule
W total = W pada proses a‐d + W pada proses d‐c
W total = 400 Joule + 0
W total = 400 Joule
Dengan demikian, banyaknya kalor yang ditambahkan pada proses a‐d‐c adalah :
Q = ΔU + W
Q = 600 J + 400 J
Q = 1000 J
Contoh soal 3 :
1 liter air berubah menjadi 1671 liter uap ketika dididihkan pada tekanan 1 atm. Tentukan perubahan energi dalam dan besarnya kerja yang dilakukan air ketika menguap… (Kalor penguapan air = LV = 22,6 x 105 J/Kg)
Pembahasan
Massa jenis air = 1000 kg/m3
LV = 22,6 x 105 J/Kg
P = 1 atm = 1,013 x 105 Pa = 1,013 x 105 N/m2
V1 = 1 liter = 1 dm3 = 1 x 10‐3 m3 (Volume air)
V2 = 1671 liter = 1671 dm3 = 1671 x 10‐3 m3 (Volume uap)
a) Perubahan energi dalam
Perubahan energi dalam = Kalor yang ditambahkan pada air – Kerja yang dilakukan air ketika menguap. Terlebih dahulu kita hitung Kalor (Q) yang ditambahkan pada air…
Q = mL V
Massa (m) air ?
Massa jenis air = massa air / volume air
Massa air (m) = (massa jenis air)(volume air)
Massa air (m) = (1000 kg/m3)(1 x 10‐3 m3)
Massa air (m) = (1000 kg/m3)(0,001 m3)
Massa air (m) = 1 Kg
Q = (1 kg)(22,6 x 105 J/kg)
Q = 22,6 x 105 J
Hitung Kerja (W) yang dilakukan oleh air ketika menguap. Pendidihan air terjadi pada tekanan tetap (proses isobarik).
W = p (V2 – V1)
W = 1,013 x 105 N/m2 (1671 x 10‐3 m3 – 1 x 10‐3 m3)
W = 1,013 x 105 N/m2 (1670 x 10‐3 m3)
W = 1691,71 x 102 Joule
W = 1,7 x 105 Joule
Perubahan energi dalam air :
ΔU = Q − W
ΔU = 22,6 x 105 J − 1 , 7 x 105 J
ΔU = 20,9 x 105 J
ΔU = 21 x 105 J
21 x 105 J kalor yang ditambahkan pada air digunakan untuk menaikkan energi dalam (mengatasi gaya tarik antara molekul yang menjaga agar air tetap cair). Dengan kata lain, 21 x 105 J digunakan untuk mengubah air menjadi uap. Ketika air sudah menjadi uap, 1,7 x 105 J yang tersisa dipakai untuk melakukan kerja.
Contoh soal 4 :
1 mol gas dalam sebuah silinder memuai dengan cepat secara adiabatik. Mula‐mula suhu gas = 1000 K. Setelah memuai, suhu gas berkurang menjadi 500 K. Tentukan kerja yang dilakukan oleh gas… Pembahasan
Pemuaian gas terjadi secara adiabatik. Pada proses adiabatik, tidak ada kalor yang masuk atau keluar sistem. Dengan demikian, kerja yang dilakukan gas = perubahan energi dalam gas. Secara matematis ditulis seperti ini :
ΔU = Q − W atau W = Q − Δ U → Q = 0
W = 0 − ΔU
W = − ΔU
Kita bisa menghitung perubahan energi dalam gas menggunakan persamaan energi dalam gas ideal :
ΔU = U akhir – U awal
ΔU = 3/2 nR (T akhir – T awal)
ΔU = 3/2 (1 mol)(8,315 J/mol.K)(500 K – 1000 K)
ΔU = 3/2 (1 mol)(8,315 J/mol.K)(‐500 K)
ΔU = ‐6236,25 J
Dengan demikian, besarnya kerja yang dilakukan oleh gas adalah :
W = − ΔU
W = − ( − 6236 , 25 J )
W = 6236 , 25 J