Pandangan filsafat David Hume tentang empirisme

Pandangan Filsafat David Hume tentang Empirisme

David Hume, filsuf asal Skotlandia yang hidup pada abad ke-18, merupakan salah satu tokoh sentral dalam tradisi filsafat empirisme. Empirisme itu sendiri adalah aliran filsafat yang menekankan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi. Dalam karyanya yang paling terkenal, “A Treatise of Human Nature” dan “An Enquiry Concerning Human Understanding,” Hume secara mendetail mengekplorasi bagaimana pengalaman memainkan peran fundamental dalam pembentukan pengetahuan, serta berbagai implikasi dari pandangannya ini.

Epistemologi Empiris Hume

Pusat dari pandangan empiris Hume adalah gagasannya bahwa semua ide kita berasal dari “impressions,” yaitu pengalaman-pengalaman langsung yang kita alami melalui indera kita. Menurut Hume, pikiran manusia pada dasarnya adalah tabula rasa (lembaran kosong) yang diisi oleh pengalaman. Ketika kita pertama kali melihat, mendengar, mencium, atau merasakan sesuatu, kita mendapatkan impresi-impresi tersebut. Dari impresi-impresi inilah kemudian terbentuk ide-ide.

Dalam “An Enquiry Concerning Human Understanding”, Hume membuat perbedaan antara “impressions” dan “ideas.” Impresi adalah pengalaman langsung yang kuat dan hidup, sedangkan ide adalah bayangan atau refleksi dari impresi-impresi tersebut yang lebih lemah dan kurang hidup. Sebagai contoh, ketika kita melihat dan memegang apel, kita memiliki impresi tentang apel tersebut. Namun, ketika kita kemudian mengingat buah apel tersebut, kita memiliki ide tentang apel itu.

Hume lanjut menegaskan bahwa semua ide, betapapun kompleksnya, dapat diurai menjadi impresi-impresi sederhana. Sebagai contoh, ide tentang “kuda bersayap” adalah kombinasi dari impresi tentang kuda dan impresi tentang sayap. Ini menunjukkan bahwa kreativitas manusia dalam menghasilkan ide-ide baru sebenarnya terbatas pada penggabungan, penguraian, dan pengubahan impresi-impresi yang telah dialami sebelumnya.

Prinsip Kausalitas

READ  Pengertian solipsisme dalam filsafat

Salah satu kontribusi signifikan Hume dalam empirisme adalah pandangannya tentang prinsip kausalitas. Dalam pandangan filsafat sebelumnya, kausalitas dianggap sebagai suatu hubungan pasti antara sebab dan akibat. Namun, Hume menantang asumsi ini dengan argumen bahwa apa yang kita anggap sebagai hubungan kausal sebenarnya hanyalah hasil dari kebiasaan (habit) atau pengalaman berulang kali.

Misalnya, ketika kita melihat bola biliar satu memukul bola biliar dua dan bola kedua bergerak, kita cenderung mengatakan bahwa bola pertama menyebabkan pergerakan bola kedua. Namun, Hume berargumen bahwa kita tidak pernah benar-benar melihat “kausalitas” itu sendiri; yang kita lihat hanyalah serangkaian peristiwa yang terjadi secara berurutan. Oleh sebab itu, kausalitas menurut Hume bukanlah suatu hubungan niscaya, melainkan inferensi yang dibuat oleh pikiran kita berdasarkan pengamatan berulang.

Pandangan ini membawa implikasi mendalam terhadap cara kita memahami hukum alam dan pengetahuan ilmiah. Jika hukum-hukum alam hanyalah kebiasaan yang didasarkan pada pengamatan berulang, maka tidak ada jaminan logis bahwa hukum-hukum ini akan tetap konsisten di masa depan. Ini adalah dasar dari skeptisisme Hume tentang pengetahuan ilmiah; meskipun demikian, Hume tidak menolak praktik ilmiah, melainkan mengajak kita untuk selalu tenggang rasa dalam menetapkan kesimpulan berdasarkan pengalaman empiris.

Kritik terhadap Prinsip Induksi

Hume juga terkenal dengan kritiknya terhadap prinsip induksi, yaitu metode pengambilan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah pengamatan khusus. Sebagai contoh, jika kita melihat bahwa matahari terbit dari timur setiap pagi, kita cenderung menyimpulkan bahwa matahari akan selalu terbit dari timur. Menurut Hume, kesimpulan ini tidak memiliki justifikasi logis yang kuat.

Untuk Hume, prinsip induksi sama sekali tidak bisa dibuktikan secara rasional. Jika kita lama mengamati secangkir teh yang selalu terasa panas, kita mungkin menyimpulkan bahwa semua teh panas. Namun, ini hanya didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan bukan jaminan logis. Sehingga, kesimpulan umum berdasarkan induksi hanya bersifat probabilistik, tidak pasti.

READ  Alasan filsafat menjadi dasar ilmu pengetahuan

Kritik Hume terhadap induksi ini memiliki implikasi besar dalam metodologi ilmiah, di mana penggunaan induksi sangat umum. Hume tidak bermaksud untuk menghentikan penerapan induksi, tetapi kritisnya ini mengingatkan kita pada keterbatasan metode induktif dan pentingnya kesadaran diri dalam mengklaim pengetahuan ilmiah.

Masalah Identitas Personalia

Aspek lain dari filsafat Hume yang layak dibahas adalah pandangannya tentang identitas personal. Hume meragukan gagasan bahwa ada ‘diri’ yang konsisten dan permanen. Untuk Hume, ketika kita mencoba untuk merefleksikan diri kita, kita hanya menemukan serangkaian impresi dan ide yang berubah-ubah, seperti rasa sakit, kesenangan, pikiran, dan emosi. Tidak ada ‘diri’ yang tetap melainkan hanya sekumpulan pengalaman individual.

Pandangan ini tentu saja bertolak belakang dengan konsepsi umum tentang identitas personal yang melihat diri sebagai entitas yang koheren dan berkesinambungan. Hume mengajak kita untuk lebih skeptis terhadap anggapan bahwa ada ‘aku’ yang tetap, dan sebaliknya menganggap identitas personal sebagai hasil dari kemunculan pengalaman-pengalaman ini.

Moralitas dan Sentimen

Yang juga menarik dari pandangan Hume adalah tentang moralitas. Berbeda dengan para pendahulunya yang menyatakan bahwa moralitas didasarkan pada rasio atau hukum Tuhan, Hume berargumen bahwa moralitas terkait erat dengan sentimen atau perasaan manusia. Menurut Hume, penilaian moral berasal dari rasa sukacita atau ketidaksenangan yang kita alami terhadap tindakan-tindakan tertentu.

Hume berpendapat bahwa rasio sendiri tidak bisa menjadi sumber tindakan moral. Rasio hanya dapat memberi informasi tentang kenyataan tetapi tidak dapat memberikan motivasi untuk tindakan. Sebaliknya, sentimen atau perasaan adalah dorongan utama yang menggerakkan kita untuk bertindak secara moral. Ini menunjukkan bahwa moralitas, dalam pandangan Hume, lebih bersifat subyektif dan emosional ketimbang obyektif dan rasional.

READ  Postmodernisme dan kritik terhadap rasionalisme

Kesimpulan

David Hume menawarkan pandangan filsafat empirisme yang radikal dan sukses menggugah cara kita memahami pengetahuan, kausalitas, identitas personal, dan moralitas. Dengan menekankan pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan, Hume memberikan landasan yang kuat bagi empirisme sekaligus menantang berbagai asumsi yang sebelumnya diterima tanpa kritik. Melalui skeptisisme yang mendalam, Hume tidak hanya memperkaya tradisi empirisme tetapi juga memberikan pandangan yang lebih kritis dan reflektif terhadap keterbatasan dan kemungkinan pengetahuan manusia.

Dengan demikian, pandangan filosofi Hume tentang empirisme tetap relevan hingga kini, mengundang kita untuk selalu waspada dan kritis dalam menilai sumber serta validitas pengetahuan kita. Sebagai seorang empiris sejati, David Hume mengajak kita untuk selalu kembali kepada pengalaman, sebagai dasar utama untuk membangun pemahaman kita tentang dunia.

Tinggalkan komentar