Teori Dramaturgi dari Erving Goffman
Pendahuluan
Erving Goffman adalah salah satu sosiolog terkemuka abad ke-20 yang kontribusinya dalam sains sosial, terutama teorinya mengenai dramaturgi, telah memberikan pandangan baru mengenai interaksi sosial manusia. Dalam karya utamanya, “The Presentation of Self in Everyday Life” (1956), Goffman mengembangkan konsep yang menggambarkan bagaimana individu secara konsisten terlibat dalam ‘penampilan’ atau ‘pertunjukan’ dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini dikenal sebagai teori dramaturgi, yang menggunakan analogi panggung teater untuk menguraikan perilaku sosial manusia. Tujuan artikel ini adalah untuk menggali teori dramaturgi Goffman secara lebih komprehensif.
Panggung Depan dan Panggung Belakang
Salah satu inti dari teori Goffman adalah konsep ‘panggung depan’ (front stage) dan ‘panggung belakang’ (back stage). Panggung depan adalah tempat di mana individu ‘menampilkan’ diri mereka kepada publik. Di sini, seseorang memainkan peran yang diharapkan oleh audiensi mereka menggunakan serangkaian skrip dan properti yang relevan dengan ‘pertunjukan’ tersebut. Performa ini melibatkan cara berbicara, perilaku, dan penampilan fisik yang dikendalikan dan dipoles.
Sebagai contoh, seorang guru di ruang kelas akan berada di ‘panggung depan’, di mana ia menunjukkan kredibilitas, kedisiplinan, dan keahlian dalam mata pelajaran yang diajarkan. Guru tersebut menggunakan alat bantu mengajar, metode pengajaran, dan mengenakan pakaiannya dengan cara yang sesuai untuk membangkitkan respect dan otoritas.
Sebaliknya, panggung belakang adalah wilayah dimana individu dapat melepas peran formal mereka dan bersantai, menyusun ulang, atau merefleksikan penampilan panggung depan mereka. Dalam panggung belakang, orang-orang dapat bertingkah tanpa perlu khawatir tentang persepsi publik, lebih seperti ‘diri asli’ mereka. Misalnya, seorang guru mungkin melepaskan citra formalnya saat berada di ruang guru atau di rumah, berbicara lebih santai dan menunjukkan sisi kepribadian yang tidak terlihat di depan murid-murid.
Peran dan Tim
Dalam teori dramaturgi, individu dianggap memainkan banyak peran sepanjang hidup mereka, dan setiap peran ini tergantung pada konteks interaksi sosial yang berbeda-beda. Goffman menekankan bahwa, dalam memainkan peran tersebut, kita tidak melakukannya sendirian. Seringkali, kita adalah bagian dari ‘tim’ yang bekerja sama untuk menciptakan dan memelihara penampilan tertentu. Tim ini biasanya terdiri dari individu-individu yang berbagi tujuan atau kepentingan yang sama dalam penampilan yang diberikan.
Sebagai contoh, dalam sebuah restoran, semua staf bekerja sama untuk memberikan pengalaman makan yang menyenangkan bagi pelanggan. Pelayan, juru masak, dan manajer memiliki peran masing-masing, tetapi mereka harus bekerja secara terpadu untuk mempertahankan citra profesionalisme dan layanan prima yang diharapkan oleh pelanggan.
Manajemen Impresi
Salah satu elemen vital dari teori dramaturgi adalah konsep ‘manajemen impresi’ (impression management). Ini adalah proses di mana individu mengendalikan bagaimana mereka dilihat oleh orang lain. Hal ini mencakup berbagai teknik untuk membentuk dan mempengaruhi persepsi orang lain. Teknik-teknik ini bisa berupa pengendalian ekspresi wajah, gestur, pilihan kata, pakaian, dan bahkan penggunaan benda-benda atau lingkungan tertentu.
Goffman menekankan bahwa manajemen impresi adalah proses yang sadar dan strategis. Seseorang mungkin akan memilih kata-kata mereka dengan hati-hati atau menyesuaikan penampilan fisik mereka untuk memastikan bahwa kesan yang diterima oleh orang lain sesuai dengan harapan dan keinginan mereka. Sebagai contoh, saat wawancara kerja, seorang kandidat akan mengenakan pakaian yang rapi, berbicara secara sopan, dan menunjukkan sikap profesional untuk membentuk kesan yang positif di mata pewawancara.
Ritual Interaksi dan Stigma
Goffman juga banyak berbicara tentang ritual interaksi dan bagaimana ritual ini berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, interaksi sosial sering diatur oleh serangkaian ritus dan etiket yang membantu menjaga kohesi sosial dan memperkuat hubungan antarindividu. Ritual ini bisa berupa ucapan salam, serangkaian tindak tanduk dalam acara formal, atau bahkan cara kita bertingkah laku saat berbincang sehari-hari.
Lebih lanjut, Goffman membahas konsep ‘stigma’, yaitu tanda atau atribut yang merusak identitas sosial seseorang. Stigma sering kali muncul ketika individu memiliki atribut atau perilaku yang menyimpang dari norma sosial tertentu. Stigmatized individuals harus bekerja lebih keras dalam manajemen impresi mereka untuk menyeimbangkan atau mengurangi dampak dari stigma tersebut.
Kritik Terhadap Teori Dramaturgi
Meskipun teori dramaturgi Goffman memberikan wawasan mendalam tentang interaksi sosial, teori ini tidak luput dari kritik. Beberapa kritikus berargumen bahwa teori ini terlalu deterministik dan mengabaikan elemen kebebasan dan agen individu. Ada juga kritik terhadap analogi teater yang dianggap berlebihan, di mana tidak semua aspek kehidupan sosial dapat disamakan dengan pertunjukan teater yang serba skematik.
Selain itu, beberapa kritik menyatakan bahwa teori Goffman tidak banyak membahas tentang aspek-aspek struktural dari masyarakat, seperti ekonomi, politik, dan institusi sosial lainnya yang juga berperan penting dalam membentuk interaksi sosial.
Kesimpulan
Teori dramaturgi dari Erving Goffman memberikan perspektif yang subur dan inovatif tentang bagaimana manusia berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan analogi teater, Goffman berhasil menggambarkan bagaimana individu secara konsisten berusaha mengendalikan cara mereka dipersepsikan oleh orang lain melalui serangkaian peran, panggung, dan teknik manajemen impresi.
Meskipun teori ini menghadapi beberapa kritik, kontribusinya dalam memahami perilaku sosial tidak dapat diragukan. Teori dramaturgi membantu kita untuk lebih memahami kompleksitas interaksi sosial dan berbagai faktor yang mempengaruhi cara kita menjalani kehidupan sosial kita. Dengan demikian, Goffman membuka jalan bagi diskusi dan penelitian lebih lanjut mengenai dinamika sosial dan identitas manusia.